on Wednesday, January 21, 2015
Selamat malam para pembaca yang berbahagia, hahahaha. Senang sekali rasanya di malam ini saya bisa menulis di blog yang sudah lama tak tersentuh ini. Berhubung dengan jadwal kuliah dan tugas yang sangat padat serta harus mencari ide untuk menulis apa, saya harus merelakan niat menulis tertunda. Hari ini saya mau cerita mengenai seorang tokoh yang sangat saya kagumi. Beliau ini berhasil membuat saya terharu, tersenyum, sedih dan bangga selama menyimak kisahnya sekalipun saya tidak hidup dijamannya. Tapi sungguh, sosok seperti beliau kembali meneguhkan hati saya, bahwa terang itu sungguh ada. Awalnya saya ga pengen berbagi kisah ini. Tapi karena satu dua kejadian di sekitar saya, rasanya perlu juga saya menceritakan tokoh ini, agar kalian tak hilang kepercayaan atas bangsa Indonesia. Sumber kisah ini adalah buku yang beberapa hari lalu baru saya selesaikan : Hoegeng, Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia oleh Aris Santoso, dkk.

......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Hoegeng Iman Santoso, atau yang lebih dikenal dengan nama Pak Hoegeng lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921. Beliau terlahir di keluarga penegak hukum. Ayahnya, Soekarjo Kario Hatmodjo adalah seorang jaksa di Pekalongan. Dan beliau ini kelak merupakan Kapolri tahun 1968-1971. Keluarganya berperan penting terhadap pembentukan karakternya. Disiplin dan nilai-nilai kejujuran yang ditanamkan ayahnya akhirnya membentuknya menjadi pribadi yang jujur. Ayahnya menanamkan bahwa yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan yang mencemarkan. Yang kemudian membuat keinginan menjadi polisi muncul dalam benaknya adalah kekagumannya akan sosok Ating Natadikusumah, sahabat ayah Hoegeng, yang merupakan Kepala Jawatan Kepolisian Karesidenan Pekalongan pada saat beliau masih belia. Kemudian pada awal kemerdekaan, Ating sempat menjabat Kepala Kepolisian RI wilayah Jakarta. Di matanya, penampilan Ating yang gagah dan saat berdinas selalu mengendarai Harley Davidson serta sepucuk pistol terselip di pinggannya membuat Hoegeng kecil mengidolakan Ating. Kesan yang mendalam akan Ating inilah yang membuat Hoegeng kecil bercita-cita menjadi Komisaris Polisi seperti Ating. Kata-kata mutiara dari Ating juga yang terus melekat di benak Hoegeng yaitu kekuasaan ibarat pedang bermata dua. Kalau tidak pandai menggunakannya, maka bisa mendatangkan bahaya, baik pada pemiliknya maupun pada orang lain. Ingat, hanya orang-orang berilmu yang mampu menggunakan kekuasaan yang ada dalam tangannya, untuk menolong orang-orang yang lemah dan tidak bersalah. Karena itu Hoegeng harus sekolah baik-baik, supaya bisa jadi Komisaris Polisi, untuk menolong orang-orang yang lemah dan tidak bersalah.

Jadi Hoegeng tumbuh dengan pengajaran semacam ini. Ketika membaca bagian ini, saya lantas teringat dengan sorang sepupu saya yang saat ini masih duduk di bangku SD. Anaknya sangat cerdas, rajin banget baca buku, dan kritis. Jadi sepupu saya ini dari dulu selalu diajarkan oleh ayahnya (adik kandung ayah saya, saya memanggilnya uda) dan ibunya (inanguda) mengenai kejujuran. Kejujuran itu mutlak, tidak ada yang namanya mencontek. "Kalau pun abang lihat temen-temen nyontek, biarin aja. Guru abang juga pasti tahu." Sejak kecil ditanamkan nilai-nilai integritas membuat dia ga bisa toleran dengan kecurangan. Tiap kali melihat temen-temen di kelasnya menyontek rasanya seperti tertekan. Dia kemudian melaporkannya pada uda dan inanguda saya. "Papa bilang kalau mereka nyontek guru abang pasti tahu, tapi kok mereka dibiarkan aja?" Ketika diceritakan soal ini, saya cuma bisa tersenyum bangga. Sungguh orangtua memang memegang peranan penting dalam membentuk karakter anak. Dan kalian tau apa yang terjadi dengan sepupu kecil saya ini ? Karena dia sangat idealis, akhirnya dia dibully dan dijauhi, dicemooh dan dianggap aneh. Tertekan, tidak banyak yang mau bergaul dengannya. Mengapa ? Sepertinya bisa dimengerti, di jaman yang semakin menggerus nilai-nilai kejujuran seperti sekarang, tentu kehadiran orang-orang yang idealis seperti sepupu saya ini membuat teman-teman di sekitarnya risih. Mereka terbiasa dengan kecurangan, tidak ditekankan bahwa jujur itu mutlak. Kemudian ketika mereka melihat orang lain berbeda dengan apa yang mereka anggap selama ini benar, mereka jadi risih. Sesungguhnya banyak orang tahu bahwa kecurangan itu salah, tapi karena terbiasa hidup didalamnya, lantas dianggap biasa. Seperti kata seorang dosen makro ekonomi di kelas saya, kita seringkali membenarkan apa yang biasa bukan membiasakan apa yang benar. Dan saya bersyukur bahwa adik-adik sepupu saya dididik dengan nilai-nilai kebenaran ini.

Kembali kepada sosok Hoegeng. Singkatnya beliau kemudian mewujudkan kekagumannya akan sosok Ating menjadi sebuah cita-cita dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan kepolisian. Hoegeng sempat kuliah di Recht Hoge School, Sekolah Tinggi Hukum di Batavia (Jakarta). Di masa-masa perkuliahannya kemudian Jepang menduduki Batavia. Pendudukan Jepang di Batavia tidak mempedulikan pendidikan, mereka hanya peduli keperluan Perang Asia Timur Raya. Begitulah, akhirnya RHS ditutup, dan Hoegeng kembali ke kampung halaman. Di masa-masa ini kemudian keluar pengumuman bahwa kursus masuk kepolisian dibuka dan Hoegeng mengikutinya. Ini adalah awal mula kisahnya.
...................................................................................................................................................................
Hoegeng melalui begitu banyak proses hingga akhirnya menjadi seorang Kapolri. Salah satu jabatan yang pernah dipegangnya adalah Kepala Reskrim di Sumatera Utara yang kemudian membuatnya banyak dikenal masyarakat. Medan yang merupakan sarang judi pada masa itu dibuat heboh dengan kehadiran Hoegeng. Awal kedatangannya di Medan dia disambut dengan rumah dinas yang sudah dipenuhi perabot-perabot oleh tukang suap (cukong perjudian pada saat itu). Geram, Hoegeng memberi ultimatum untuk mengangkut barang-barang itu. Karena tak juga dipenuhi, Hoegeng mengeluarkan secara paksa barang-barang itu dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan. Maka gemparlah masyarakat Medan melihat polisi yang satu ini, ternyata ga mempan disogok. Selama memimpin Reskrim, banyak sekali kasus penyelundupan dan perjudian di Sumut yang berhasil di bongkar. Selama operasi ini juga, Hoegeng kerapkali menangkap basah anggota tentara atau polisi yang menjadi backing usaha ilegal seperti itu.

Hoegeng pernah menjabat menjadi Kepala Jawatan Imigrasi. Kisah yang begitu menarik dari bagian ini adalah saat Hoegeng menyuruh isterinya, Merry Hoegeng untuk menutup usaha toko bunga isterinya di Cikini. Padahal saat itu, usaha tersebut sedang laris-larisnya. Hoegeng tak ingin bila orang-orang yang berurusan dengan imigrasi sengaja memborong bunga untuk mendapat fasilitas tertentu.

Hoegeng juga pernah menjabat menjadi Menteri Iuran Negara atas usul Sri Sultan HB IX pada Presiden Soekarno. Semasa menjabat menjadi Menteri Iuran Negara, beliau banyak membongkar kasus penyelundupan serta menolak budaya katebelece (nota permintaan khusus), seperti budaya menitipkan saudara kita pada pihak berkuasa agar diterima bekerja. Tahun 1966, setelah banyak memperbaiki instansi yang dipegangnya, Hoegeng kembali ke barak.

Serangkaian proses yang panjang berlangsung. Its kinda hard for me to write it all to you. Singkatnya, Hoegeng akhirnya diangkat menjadi Kapolri pada 15 Mei 1968. Semasa menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng menghapus kesan seram pada polisi di masyarakat. Ia menjadi sosok pemimpin yang sangat bisa dijangkau, bukan seperti pemimpin bayangan yang bahkan ga pernah mau turun ke jalan dan ga diketahui keberadaannya karena sibuk dibalik meja kerja. Hoegeng serta pucuk pimpinan kepolisian lainnya turun langsung ke jalan pada hari-hari ramai seperti malam Natal, malam Idul Fitri, malam Tahun Baru. Mereka berbaur dengan masyarakat dan bergabung di tengah-tengah keramaian. Usaha ini dilakukan Hoegeng untuk memulihkan citra polisi yang seperti momok bagi masyarakat. Hoegeng juga menjalin hubungan yang baik dengan pers. Polri bersikap terbuka terhadap pers dan siap menerima aspirasi dan kritik dari pers maupun masyarakat. Hal inilah yang membuat bahkan ketika nantinya Hoegeng sudah berhenti menjabat di kepolisian, namun ia tetap dipercaya bila ada yang hendak menyampaikan informasi penting. Hoegeng juga tidak gengsi turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan tidak ada di tempat. Contohnya, bila terjadi kemacetan, dengan baju dinas Kapolrinya ia akan menjalankan tugas polantas di jalan raya. Saya terharu sekali sewaktu membaca bagian ini. Langka sekali pemimpin seperti ini. 

Hoegeng merupakan pencetus aturan penggunaan helm yang bisa kita rasakan manfaatnya sampai saat ini. Hoegeng juga selalu datang pagi-pagi ke kantor, tidak mau telat. Akhirnya bawahannya gusar dan mengikuti sikapnya. Setiap kali ketika dia melihat bawahnnya datang pagi, dia berusaha untuk datang lebih pagi lagi keesokan harinya. Semua ini dilakukan Hoegeng sebagai seorang pemimpin agar bawahnnya belajar dari atasannya. Menjadi seorang pemimpin yang bersih di jaman yang begitu semrawut dan kotor memang tidaklah mudah. Tapi Hoegeng membuktikan bahwa ia tetap bisa bersih sampai ketika ia diberhentikan sebagai Kapolri pada 1971. "Pemerintah yang bersih harus dimulai dari atas. Seperti halnya orang mandi, guyuran air untuk membersihkan diri selalu dimulai dari kepala."

Dua kasus besar yang paling membekas yang terjadi pada masa kepemimpinan Hoegeng adalah kasus Sum Kuning dan kasus Robby Tjahjadi, which kinda hard too if i write it all this time. Temen-temen bisa browsing kasus ini. Dari kasus ini juga saya melihat Hoegeng sebagai orang yang sangat berani menegakkan keadilan atas bangsa ini meskipun akhirnya harus mengalah karena dihentikan oleh orang-orang yang berkuasa pada saat itu. Bagaimanapun juga, Hoegeng harus tetap menghormati atasannya. 

Hoegeng lengser dari jabatannya pada tahun 1971, meskipun seharusnya dia masih memiliki dua tahun menjabat sebagai Kapolri. Apa alasan pemberhentiannya ? Ah, sepertinya cukup jelas. Kehadirannya mengusik ketenteraman orang-orang yang berkuasa pada masa itu.
......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Hoegeng digambarkan sebagai seorang pekerja keras, terbuka, ramah, supel, dan tidak takut pada atasan bila benar. Di keluarga intinya, yaitu isteri dan anak-anaknya, Hoegeng juga menanamkan agar tidak menggunakan kekuasaannya untuk memperoleh fasilitas-fasilitas mewah. Hoegeng banyak disebut sebagai Kapolri paling miskin. Ya tentu saja, Hoegeng tak pernah bertoleransi untuk menerima fasilitas-fasilitas jabatannya. Beliau adalah sosok polisi jujur yang sederhana dalam bersikap, merakyat, dapat dijangkau, namun hatinya begitu luas untuk bangsa ini. 
......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Rabu 14 Juli 2004 Hoegeng Iman Santoso telah pergi. Di tengah carut-marutnya korupsi, seorang pemimpin yang begitu menjadi teladan ini telah berpulang. Namun ketika saya membaca kisahnya, harapan saya akan pemimpin yang jujur dan bersih itu kembali menguat. Ketika hari-hari ini kita melihat bahwa pemimpin sewenang-wenang terhadap kekuasaannya, memperkaya keluarganya, dan tak mau tahu soal bangsa ini, sungguh saya ingin kalian tahu dan percaya, bahwa akan bangkit Hoegeng-Hoegeng baru atas bangsa ini. Saya begitu mengerti atas setiap krisis kepercayaan yang terjadi di masyarakat lantaran pemimpinnya ga pernah peduli sama rakyatnya. Mungkin ada yang berpendapat, "Ah, sosok macam Hoegeng langka, hanya 1 diantara 100. Mustahil bangsa ini bisa bangkit dan dipimpin orang seperti Hoegeng."

Tapi teman, 1 diantara 100 membuktikan bahwa masih dan akan ada pemimpin-pemimpin seperti Hoegeng, yang rela berjuang untuk keadilan dan kebenaran. Yang rela menukarkan kenyamanannya untuk turun ke jalan dan mengamankan lalu lintas, yang rela menolak segala macam bentuk kecurangan, yang rela memberi teladan bagi bawahannya. Yang rela memberikan hati dan pikirannya untuk bangsa ini.

Malam ini saya ingin berusaha meyakinkan teman-teman, untuk kembali percaya akan bangkit lagi terang atas Indonesia, atas bangsa yang sangat dicintai ini. Ketika matamu tidak melihat dan telingamu tak lagi mendengar Indonesia yang damai dan sejahtera, silahkan tutup mata dan telingamu, dan berjalanlah dengan keyakinan dan harapan, berjalanlah dengan iman bahwa sungguh bangsa ini akan bangkit. Sungguh, karena ada teman-teman dan saya yang turut berjaga-jaga atas bangsa ini.Sungguh karena bangsa ini layak menjadi bangsa yang besar. Jangan padamkan gelora itu. Jangan kikis idealisme itu. Berjalanlah terus, karena pemimpin-pemimpin bangsa itu akan bangkit, Hoegeng-Hoegeng baru akan muncul.

Mari terus berdoa dan bekerja untuk bangsa ini. Selamat malam.